Setiap orang tua tentunya menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari mereka dengan harapan kehidupan anaknya yang lebih baik di masa depan. salah satu cara untuk menggapai mimpi tersebut adalah dengan menempuh pendidikan setinggi mungkin.
dengan ijazah dan gelar pendidikan yang didapatkan maka peluang untuk mendapatkan lowongan pekerjaan yang diharapkan lebih terbuka, mungkin itulah yang ada dalam benak sebagian besar setiap orang tua dan anaknya tak terkecuali diri saya pribadi.
Ketika seorang anak menyandang gelar sarjana maka hal itu akan menjadi suatu kebanggaan bagi orang tuanya ditengah-tengah masyarakat karena anaknya mampu mencapai jenjang perguruan tinggi terlebih lagi orang tuanya yang tinggal dikampung.
secara garis besar belum banyak anak muda yang tinggal dikampung mengeyam pendidikan diperguruan tinggi jika dibandingkan mereka yang tinggal dikota, hal ini disebabkan kurangnya informasi tentang pendididikan, keengganan anak mudanya untuk merantau dan yang paling mendasar yaitu kurang biaya dikarenakan minimmya pendapatan ekonomi masyarakat dikampung.
salah satu contohnya adalah desa tempat tinggal saya desa manambin yang berada di mandailing julu, mayoritas sumber matapencaharian penduduknya adalah bertani seperti bertanam padi dan menderes karet.
sawah yang dimiliki masyarakat tersebut tidak begitu luas hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan syukur-syukur bertahan sampai musim panen berikutnya, sehingga tidak banyak yang menjual padinya pada toke beras kecuali bagi sebagian petani yang memang memiliki sawah yang luas.
Sumber pendapatan masyarakat yang lain adalah karet. pada masa kejayaannya harga karet melambung tinggi sehingga mencapai 20 ribu rupiah per kg nya kalau saya tidak salah ini terjadi ketika saya masih duduk di bangku SMP kelas 3 atau sekitar 7 tahun yang lalu.
Tapi masa kejayaan itu tidak dapat bertahan lama sdikit demi sedikit harga karet mulai anjlok hingga mencapai level terendah yang cukup memukul perekonomian masyarakt di kampung yang mayoritas menggantungkan hidupnya dari karet ini, harga karet berkisar 5.000 per kg kalau di jual pada pengepul di kampung dan 6000 ribu rupiah kalau dijual ke toke besarnya.
Dari pemaparan tersebut dapatlah kita bayangkan betapa sulitnya perekonomian masyarakat dengan harga karet yang sedemikian rendahnya sehingga untuk menyekolahkan anaknya kejenjang pendidikan yang lebih tinggi terlebih perguruan tinggi swasta maupun negeri tentu bukanlah perkara mudah dan harus dipikirkan matang-matang.
saya adalah salah satu dari sekian puluh anak yang beruntung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dari kampung kami. dengan modal semangat muda dan uang pas-pasan sayapun berangkat ke padang (kebetulan saya lulus kampus negri melalui jalur sbmptn tertulis)diantar seorang saudara saya dan dititipkan ke teman yang sedang kuliah di padang juga.
Bumi terus berputar dan waktupun terus berjalan, tanpa saya sadari empat tahun sudah saya menuntut ilmu dikota yang cukup asing ini buatku. setelah bersusah-payah kuliah selama delapan semester atau empat tahun tapi belum tamat juga karena kuliah ini tak semudah yang saya bayangkan sewaktu di bangku SMA dulu belum lagi semangatku yang naik turun tiap semesternya sehingga nilai per semesterku pun cukup bervariasi.
Satu persatu teman seangkatan pun mulai memasang foto wisuda mereka di dinding facebooknya sedangkan saya masih kuliah dan mengulang beberpa matakuliah yang gagal. Dititik ini barulah saya sadar bahwa saya sudah tertinggal jauh dari mereka.
hari-hariku pun banyak merenung terbayang-bayang wajah orang tua di kampung yang dengan susah-payah mencari uang untuk dikirim buat biaya kuliah. Sampai dititik ini saya merasa berdosa serta mengecewakan orang tua karena belum mampu menyelesaikan studi tepat waktunya. Semoga saya bisa menyelesaikan amanah ini secepatnya sehingga beban orang tua berkurang. amin
Padang, 31 juli 2015