Rasa yang tak semestinya

Perasaan ini sungguh tak wajar, seharusnya rasa seperti ini tak datang lagi. Tapi entah kenapa saat pertemuan kami yang tak terduga kemarin di depan pintu ruangan. kami hampir bertubrukan saat ia hendak masuk dan saya keluar ruangan, sehingga cukup membuat ku kaget dan kulihat ia juga kaget. Tapi dari kejadian itulah awal dari perkenalan kami.

Dia yang selama ini diam-diam ku perhatikan dari jauh karena terpesona akan kecantikan dan keanggunannya. Tapi sayang, nyali ku terlalu kecil untuk menemuinya secara langsung, aku tak semacho teman lain yang berani langsung mengungkapkan isi hatinya. Akh, aku memang pengecut dan tak punya nyali. Begitulah hari-hariku selama ini, hanya berani melihat tapi tak berani menyapa, seolah-olah ada jarak pemisah diantara kami.

Tapi kejadian siang itu telah mengubah segalanya. Tanpa persiapan dan tanpa sengaja. Ketika kami saling berhadapan, ia diam dan menatapku. Dan akupun kaku seperti es yang membatu. diam tak bergerak. Untung saja saat itu lagi sepi sehingga tak ada orang yang melihat kejadian tersebut. Aku memaksakan diri bangun dari kekakuanku dan mengumpulkan nyali untuk menyapanya duluan.

Mungkin ini adalah hariku, ternyata ia tidak seperti yang kubayangkan selama ini, menurut pemikiranku ia orangnya cuek, pendiam dan sombong. Mungkin karena ia cantik pikirku. Tapi ketika kusapa ia cukup ramah dan respon, sehingga percakapan kami terus berlanjut sambil berjalan ke gedung sebelah. kebetulan tujuan kami sama.
Waktu yang lima menit itu sungguh terlalu singkat buatku untuk perkenalan, karena ia harus pergi menyelesaikan urusannya. Tapi dalam hati aku sangat gembira sekali dan berbunga-bunga, terlebih akhir-akhir ini beban pikiranku yang banyak dan stres, karena urusan skiripsi yang tak kunjung mendapatkan titik temu dari dosen pembimbing sehingga membuatku jenuh.

Tapi entah kenapa pertemuan tak terduga minggu kemarin tlah mengubah segalanya. hatiku yang sebelumnya galau menjadi berbunga-bunga, dan beban pikiran yang sebelumnya begitu menyiksa, tiba-tiba saja hilang seolah-olah tidak ada masalah apa-apa. Inikah yang dinamakan ,,,,. Akh sudahlah. Khayalanku terlalu tinggi. Tapi aku cukup berterimakasih padanya. Karena dengan pertemuan tak terduga itu telah menghilangkan beban pikiranku.

Setelah kejadian tersebut, saya membuka media sosial dan mencari dengan kata kunci namanya. Ketika halaman tersebut muncul tidak ada apa-apa di dinding facebooknya. hanya gambar anak kecil di profilnya. Mungkin ia tidak terlalu aktif di facebook, tapi aku tidak menyerah sampai disitu. Kucari lagi di instagram dan akhirnya ketemu. Sialnya instagramnya tersebut bersifat private sehingga aku harus menunggu sampai ia mengkonfirmasi pertemanan yang kukirim.

Seminggu kemudian ia mengkonfirmasinya hingga akhirnya saya bisa melihat foto-fotonya walaupun Cuma dua, Mungkin ia tidak terlalu narsis di media sosial. tapi tak mengapalah. Melihat fotonya saja aku sudah cukup Bahagia. Kan dikampus aku bisa melihat aslinya walaupun nggak setiap hari dan mesti curi-curi pandang pula.
Jika kupikir-pikir, terkadang saya malu kepada diri sendiri. Kok saya seperti anak SMP aja ya. yang baru pertama kali mengenal cinta, cinta monyet lagi. dan diam-diam memperhatikan si doi dari jauh. Padahalkan saya udah besar udah kuliah semester akhir lagi. Tapi tak apalah, setiap orang kan punya rahasia tersendiri yang tak perlu di ceritakan kepada orang lain, iya kan 

Im back again

Sudah terlalu lama blog ini mati suri. Ditinggalkan tanpa jejak, dan terdiam seribu bahasa menunggu untuk segera dituliskan. Begitu banyak kesibukan akhir-akhir ini, bercampur dengan rasa malas yang amat sangat sehingga menggerakkan tangan ini rasanya sangat sulit. Setelah beberapa bulan vakum, rasa ingin menulis itu datang kembali. Sedikit-demi sedikit semangat itu muncul lagi walaupun kadang masih redup-redup laksana kunang-kunang dimalam yang gelap, hanya setitik cahaya tapi cukup menghibur hati yang dicekam oleh sepinya malam.

Mulai hari ini kebiasaan menulis itu akan saya ulang kembali. Merekam jejak petualangan, kejadian sehari-hari yang mengandung banyak makna dan kesan sehingga tidak menguap begitu saja ke udara. Banyak hal yang sudah saya lalui, banyak kejadian yang sudah saya lewati tapi tak ada satu kata pun yang tercatat di buku harian. Aku hanya termenung sejenak melihat sebuah peristiwa penting tanpa berfikir makna apa yang bisa di dapatkan dari kejadian tersebut, pesan apa yang bisa saya simpulkan. Aku hanya takjub sejenak, lalu kemudian beraktivitas kembali seperti biasanya. Begitulah hari-hari kulalui tanpa mengikat makna kehidupan yang banyak berseliweran di depan mata.

Kuakui, menulis adalah kegiatan yang sangat membosankan jika belum terbiasa dan masih amatiran seperti saya ini. semangatnya hanya diawal menulis yang besar, lama-kelamaan semangat tersebut akan meredup seperti lentera yang kehabisan minyak. Saya berharap tidak demikian. Harapannya menulis ini akan terus berlanjut sampai tangan ini sudah tidak mampu lagi menggerakkan jemari, sampai sel-sel di otak ini berhenti bekerja. Saya akan terus berusaha mengalirkan gagasan dan ide-ide yang bermanfaat untuk diri sendiri dan syukur-syukur jika ada orang lain yang mau membaca dan mengambil manfaat dari setiap tulisan yang saya publish. Semoga ini adalah awal menulis yang baik dan berkelanjutan untuk masa kedepannya. Amin. 

Curhat hari ini

Tiba-tiba saja pagi ini saya ingin menulis. Setelah beberapa minggu vakum, karena terlalu sibuk mempersiapkan diri belajar menghadapi ujian akhir semester. Saya mesti belajar semaksimal mungkin karena ini adlah ujian terakhir sebelum menghadapi ujian sarjana nantinya.

Tapi apa daya. Saya hanya bisa berencana, tuhanlah yang menentukan. Ketika tiba hari ujian saya malah jatuh sakit. Walaupun demikian, tetap saya paksakan ikut ujian karena tak ingin gagal hanya karena sakit.

Kini, ujian sudah selesai tinggal menunggu hasilnya beberapa minggu lagi yang akan segera keluar di portal kampus. Saya berharap nilai yang keluar nantinya sesuai dengan harapan. Sehingga tak ada lagi beban pikiran kuliah.

Tinggal selangkah lagi, maka perjalanan panjang ini akan segera berakhir. Bukan berarti pekerjaan sudah selesai. Ini hanyalah awal dari sebuah akhir. Kebahagian yang bersifat sementara.

Masih banyak pekerjaan dan harapan lainnya yang masih dan akan dicapai. Masih ada tanggung jawab lain yang menunggu untuk dikerjakan dan diselesaikan. Bisa dikatakan hidup ini serupa permainan puzzle.

Kita harus mengumpulkan kepingan-kepingan nya. Sehingga ketika puzzle tersebut sudah terkumpul dan membentuk sebuah gambar maka kita akan menemukan jawabannya, gambar dari puzzle tersebut.

Kepingan-kepingan puzzle tersebut dalam hidup kita bisa berupa pendidikan, karier, menemukan pasangan hidup, rumah impian dan hal lainnya yang kita perlukan dan butuhkan. Dalam mengejar mimpi tersebut tak sedikit yang kita korbankan. Mulai dari harta, usia dan waktu.

Terkadang walaupun kita mengorbankan itu semua. Kita masih gagal mendapatkan mimpi tersebut. Ada saja hal lain yang menghambat langkah kita meraihnya. Disinilah kesabaran kita di uji. Jika kita berhasil melewati setiap ujian dan cobaan hidup ini. maka, manisnya hidup akan terasa. Karena akar dari setiap pencarian itu pahit dan buahnya manis.

Padang, 12 December 2015

Catatan menjelang pulang

Photo2149

Gerbang Masuk Kampung

Tiga hari lagi waktu ujian akan segera dimulai. Itu berarti, tidak lama lagi musim libur akan segera tiba. Hari yang ditunggu-tunggu sudah di depan mata. Layaknya sebuah musim, setelah musim kemarau yang panjang akan datang musim hujan yang menyejukkan. Setelah ujian akhir semester yang memuakkan akan datang musim libur yang menggembirakan.

Tak lama lagi, kerinduan akan kampung halaman dan bertemu keluarga akan segera terpenuhi. Aku harus pulang. Walaupun hanya beberapa hari saja. Karena tak mungkin juga aku berlama-lama di kampung. Mengingat tugas akhir skiripsi sudah di depan mata, dan menunggu untuk segera di eksekusi. Jika tidak, maka saya akan ketinggalan jauh dari teman-teman seangkatan. Tentunya mahasiswa manapun di dunia ini tidak menginginkan hal yang demikian.

Niat hati tak akan lama di kampung. Sekedar melepas rindu yang terpendam pada tanah kelahiran. Bertemu orang tua dan sanak saudara adalah hal yang sangat di tunggu-tunggu. Ketika jauh dari keluarga, barulah kita mengetahui betapa pentingnya peran keluarga terhadap pertumbuhan kita, betapa sayangnya orang tua kepada kita.

Mungkin karena ego masa muda yang tinggi, sehingga kita tidak terlalu merasakannya dan cenderung mengabaikannya. Saat jauh di perantauan seperti ini. Barulah kita menyadarinya betapa penting peranan mereka dalam mengawal pertumbuhan kita beranjak dewasa.

By the way. Ada banyak hal yang saya rindukan di kampung. Suasananya, udaranya dan keramahan masyarakatnya yang bertolak belakang dengan masyarakat kota yang bersifat individualis dan acuh tak acuh. Dikampung, pikiran akan terasa bebas tanpa beban. Seperti seorang napi yang baru lepas dari tahanan lalu menghirup udara luar yang segar dan penuh harapan.

Saya pulang tidak hanya sekedar pulang saja. Tapi lebih dari itu. Untuk me-refresh otak. Ibarat sebuah komputer. Hardisk otakku sudah terlampau penuh dan merah. sehingga perlu di refresh untuk membuang file-file yang tidak diperlukan lagi. Yeah, saya pulang kampung untuk mengurangi sedkit stres yang bersemayam di kepala ini.

Terlalu banyak beban pikiranku akhir-akhir ini. obat yang paling mujarab saat ini bukanlah uang, bukan pula jalan-jalan kesana sini. Saya pikir pulang adalah jawaban yang paling tepat.

Benar kata seniorku dulu. Menjadi seorang mahasiswa akhir akan banyak cobaan dan beban pikiran. Belum lagi beban mental, ketika ditanya orang kapan wisuda? atau kok belum wisuda udah semester berapa?? Mau jadi fosil di kampus ya!! Dan pertanyaan lainnya yang tak kalah tragis.

Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mengganggu dan sensitif untuk mahasiswa akhir seperti saya ini. Untuk alasan itulah saya ingin istrahat sejenak membuang beban pikiran tersebut jauh-jauh, dan menghirup segarnya udara pedesaan.

Sesampai dikampung nanti, saya sudah meyusun beberapa rencana. Tempat yang akan saya kunjungi nantinya. Saya bukanlah katak dalam tempurung yang hanya tahu rumah dan sekitarnya saja. Tapi saya ibarat seekor burung, yang bebas terbang ke banyak tempat.

Bukan karena saya tak betah di rumah. Hanya saja saya ingin berpetualang dan menemukan tempat-tempat baru. Bukankah semakin jauh kita melangkah akan semakin banyak yang kita lihat. Dan semakin banyak yang kita lihat tentu akan semakin banyak pula yang akan kita ketahui. Karena pengalaman adalah guru yang paling bijak.

Rencananya saya akan menyambut tahun baru dikampung nanti. Tak akan ada suara petasan, tak ada bunyi terompet tahun baru layaknya di kota-kota. Semuanya akan sunyi dan sepi. Tapi aku menikmati kesunyian itu. Tahun baru nanti aku akan pergi ke sawah melihat hijaunya padi di ladang kami yang baru di tanam.

Aku akan menyaksikan burung-burung yang beterbangan kesana-kemari sambil bernyayi menyambut datangnya pagi di sepanjang jalan menuju kebun karet kami. Dan aku akan mandi di sungai yang langsung bermuara dari pegunungan.

Bukankah hal itu lebih menyenangkan. Suara burung yang bernyanyi Lebih terdengar merdu daripada bunyi terompet tahun baru yang memekakkan telinga. Bentangan sawah yang menghijau lebih indah daripada warna-warni kembang api di langit malam sana.

Saya sudah putuskan. Tahun baru kali ini akan saya habiskan di kampung. Menyambut awal tahun, sambil minum kopi di beranda rumah pagi hari. Bukankah itu sebuah kenikmatan yang tak semua orang bisa merasakannya.

Kebahagiaan tak selalu diukur dengan banyaknya uang yang kita miliki, dan jenis kendaraan apa yang kita tunggangi. Tapi sejauh mana kita bisa menikmati kehidupan ini baik dalam keadaan susah maupun senang. Bukankah begitu?

Selamat Akhir Tahun.

Padang, 04 Desember 2015

Rasa dalam secangkir kopi

kopi3

Siapa yang tidak mengenal jenis minuman yang satu ini. serbuk hitam dengan rasa pahit. Tapi hampir semua orang di dunia, terutama yang laki-laki menyukainya. Ketika kita pergi kedesa-desa disana kita akan menemukan lapau yang menyajikan kopi.

Ketika kita pergi ke café-café disudut kota, di sana kita akan menemukan kopi. Ada yang sudah diolah dan dicampur dengan bahan lain seperti susu, coklat, krim dan ada juga yang sudah dalam bentuk kemasan. Kopi sudah menjadi seperti sebuah kebutuhan. Tanpa kopi semuanya terasa hambar.

Seiring kemajuan teknologi. Pengolahan kopi pun semakin berkembang. Layaknya virus, kopi pun sudah menyebar hampir keseluruh dunia. Mulai dari pelosok desa yang paling dalam, sampai ke kota-kota besar di ujung dunia. Harganya bermacam-macam. Tergantung jenis campuran dan tempat dimana kita membelinya.

Kahlil gibran seorang sastrawan terkenal asal lebanon, penulis buku yang fenomenal seperti; sayap-sayap patah, taman sang nabi dan lainnya. Ketika menulis di dalam kamarnya, tak lupa ia menyeduh kopi dan menyalakan sebatang rokok. Sehingga kamarnya akan dipenuhi asap tembakau dan aroma kopi yamani. Katanya, ia merasa tenang dan mendapat inspirasi ketika ia menyeruput kopi.

Di dalam negri ada film filosopi kopi yang diangkat dari novel dewi lestari. Bercerita tentang seorang remaja pecinta kopi. Tapi sayang, saya belum menonton filmnya. Tapi membaca novelnya sudah.

Pagi yang dingin. Di akhir bulan november. Ketika saya sedang menyeduh secangkir kopi untuk menghangatkan badan dari dinginnya udara di musim penghujan ini. ketika sedang menyeruput kopi, saya merasakan adanya kenikmatan yang luar biasa di lidah. Ketika menyeruput kopi pagi ini, entah kenapa tiba-tiba saja saya teringat masa kecilku dulu sewaktu dikampung.

Dimana pada masa itu harga kopi melonjak naik dibandingkan komoditas pertanian yang lainnya, Orang-orang pun berbondong bondong menanam kopi. Sepanjang jalan di desa terhampar bijih kopi yang sedang dijemur. Sehingga kampung itu tercium aroma bau kopi. Kalau malam harinya ibu-ibu sibuk menumbuk kopi di teras rumah dan siangnya ke kebun memetik kopi yang sudah matang.

kopi

Manambin, sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Waktu itu semua orang merasa bahagia, harga kopi yang tinggi dan buahnya yang menggumpal disetiap tangkai batangnya. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama. Musibah itupun datang. Harga kopi anjlok dipasaran. Semua orang panik dan kecewa.

Tapi apa daya. Mereka hanya bisa mengelus dada, karena bukan mereka yang menentukan harga. Perlahan tapi pasti kejayaan kopi itupun mulai redup. Satu persatu orang mulai meninggalkannya karena tidak sesuai lagi usaha yang dikeluarkan dengan hasil yang didapatkan. Kalau dalam ilmu ekonominya. Pengeluaran lebih besar daripada masukan.

Seiring dengan perjalanan waktu. Tanaman kopi pun mulai ditinggalkan orang. Orang mulai beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti karet yang waktu itu harganya mulai membaik. Dan tak butuh waktu lama. Masa keemasan kopi pun mulai redup di telan bumi. Beritanya seakan hilang menguap keudara.

Di warung kopi di kampung. orang-orang pun sudah tidak membicarakannya lagi. Orang mulai sibuk memikirkan komoditas apa lagi yang akan naik daun dan tentunya lebih menguntungkan.

Kini, setelah berselang beberapa tahun berlalu dan terdiam tanpa suara. Harga kopi dipasaran mulai membaik lagi seiring dengan jatuhnya harga karet dunia yang sempat berjaya beberapa tahun sesudah kejatuhan harga kopi dulu. Orang-orang pun kembali melirik kopi. Sudah mulai banyak orang yang menanam kopi di desa-desa.

Karena harga karet masa sekarang memang sudah terlampau menyakitkan. Terjun bebas dari dulu yang pernah mencapai kisaran harga dua puluh ribu rupiah per kg sekarang menjadi limaribu rupiah per kg. karena hal demikianlah orang pun mulai beralih lagi.

Terkadang dalam kehidupan ini lebih banyak rasa pahit yang kita rasakan bila dibandingkan rasa manisnya. Layaknya secangkir kopi hangat. Tapi dalam perpaduan pahit dan manis itulah kita menemukan arti hidup.

Saat terpuruk, akan mengajarkan kita arti sebuah kesabaran, dan saat berhasil, kita akan mengerti arti sebuah proses dan kerja keras. Yup. Secangkir kopi dan seduhannya pagi ini telah menghadirkan cerita bagi kehidupan kita.

Padang, 30 November 2015

vb

Tak bisa dipungkiri, membicarakan aib orang lain memang suatu hal yang menyenangkan bagi sebagian orang. Terkadang tanpa sengaja atau entah karena sudah terbiasa. Mulut kita dengan mudahnya mengeluarkan kata-kata berbisa yang dapat menyakiti hati sahabat kita.

Kata-kata itu serupa anak panah, sekali lepas ia akan melesat jauh dan tak akan pernah kembali lagi. Atau seperti bumerang yang ketika kita lempar ia akan terbang melayang menghantam orang yang kita tuju, tapi tanpa kita sadari kemudian bumerang tersebut berbalik arah dan menghantam si pelemparnya. Begitulah kata. Jika ia sudah keluar dari mulut, maka ia tidak akan bisa ditarik lagi.

Membicarakan kejelekan orang lain seolah sudah menjadi kebiasaan dalam keseharian hidup kita. Seperti ada yang kurang jika sehari saja kita tidak menggunjingkan orang lain. seolah penyakit tersebut sudah mendarah daging ditubuh kita. Saat membicarakan aib orang lain. Kita merasa seolah menjelma menjadi malaikat tanpa dosa, tanpa cacat sedikitpun. Suci dan bersih.

Dan orang yang kita bicarakan serupa iblis yang penuh bergemilangan dosa dan kesalahan. Tanpa ketok palu, lantas kita menghakiminya, bahwa ia memang pantas mendapatkan cacian dan hinaan tersebut.
Sadar atau tidak. Ketika menggunjing orang lain. Kita sebenarnya sedang menyebar benih-benih kebencian. Yang suatu saat nanti dapat menyebabkan berkobarnya api permusuhan. Mengakibatkan rusaknya hubungan persaudaraan, dan putusnya hubungan silaturrahmi.

“Mulutmu adalah harimaumu” slogan yang menggambarkan bahwa, Kata-kata yang kamu ucapkan bisa menjatuhkan dirimu atau menyelamatkanmu.

Tanpa kita sadari, diri ini begitu banyak menyakitkan hati orang lain. Jika seandainya mereka tahu bahwa kamu sering membicarakan kejelekan-kejelekan mereka. Tentu mereka akan menjauhi mu dan memusuhimu. Terlampau banyak dosa-dosa yang kita lakukan. Teramat banyak benih-benih kebencian yang kita tebarkan.

Ketika membuka aib orang lain. Akan ada rasa meyesal di dalam diri. Kenapa aku mengatakan demikian!! Apakah aku pantas mengatakan kejelekan temanku sendiri pada orang lain? pertanyaan-pertanyaan itu akan selalu menghantui kita setiap malamnya.

Ketika mengingat dosa-dosa tersebut. Kita merasa orang yang paling jahat sedunia. Kita berpura-pura manis dihadapannya. Tapi dari belakang, kita menikamnya. Masih pantaskah kita dianggap sebagai teman, jika kata-kata mu saja tajam nya seperti sembilu yang setiap saat dapat menyayat hati orang-orang yang berada disekitarmu.

Renungkanlah sahabat. Sebelum semuanya terlambat, sebelum nasi menjadi bubur. Ada baiknya kita intropeksi diri. Ya. Ada baiknya kan.

Padang, 30 November 2015

Menjadi seorang pedagang harus tahu etika

uang.jpg

Gambar: Liputan6.com

Banyak orang mengatakan. Jika ingin jadi orang kaya, jadilah seorang pengusaha. Karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam berniaga. Terserah mau bisnis apa saja yang anda minati. Timbul pertanyaan dibenak saya. Apakah semua pengusaha atau pedagang bisa menjadi kaya?? Mendapatkan pelanggan yang banyak dan untung yang berlipat ganda. Atau malah sebaliknya.

                                                    ***

Hari itu sekitar jam sembilan malam saya kebandara (BIM) naik motor untuk menjemput saudara yang baru datang dari jakarta. Sesampai dibandara kami bertemu, lalu kami pun bersiap-siap pulang ke kos. Tapi karena teman tersebut merasa lapar, kami istrahat sejenak mencari warung terdekat. Mungkin ia belum sempat makan ketika berangkat dari jakarta karena waktunya yang terburu-buru ke bandara mengejar pesawat supaya tidak ketinggalan. Maklumlah jakarta kan macetnya luarbiasa.

Karena waktu itu kami sudah diparkiran motor. Kami lalu mencari disekitar parkiran saja. Tak jauh dari tempat parkiran ada berjejer warung kopi. Kami masuk ke salah satu warung kopi tersebut. Ketika kami menanyakan menu makanan yang ada, bapak empunya warung tersebut tidak menjawab. Apakah ia terlalu sibuk membersihkan meja sehingga ia tidak dengar, saya tidak tahu.

Lalu teman tersebut menghampirinya. Melihat di kaca lemarinya tertulis beberapa menu makanan dan salah satunya nasi goreng. Teman tersebut lalu menanyakan apakah nasi goreng masih ada. Dan sialnya tidak ada. Karena nasi goreng katanya hanya ada pagi.

Akhirnya kami pesan mie rebus saja, karena memang hanya tinggal itu yang ada. Dari awal kami masuk ke warung ini saya merasa tidak nyaman. Karena sikap mereka yang tidak welcome seolah-olah kami ini datang hanya untuk menyusahkan mereka. Padahal kami kan bayar.

Ketika mienya sudah datang dengan secangkir kopi susu hangat. Kami pun makan sambil berbicara banyak hal. Sehingga kami makannya santai-santai saja. Mungkin karena akan tutup, bapak yang punya warung pun sibuk menyusun bangku, mematikan lampu dapur dan menutup lemari kaca warungnya. Sesekali anaknya melirik ke arah kami yang sedang makan, dan sebentar-sebentar lewat di depan kami mengangkat piring kotor diatas meja.

Sungguh saya merasa tidak nyaman. Karena merasa di desak supaya cepat selesai. Dari raut wajah mereka terlihat benar-benar tidak ramah dan seolah memaksa kami cepat selesai makan dan get out dari warungnya. Setelah selesai makan, kami pun langsung pergi. Karena saya pun sudah kesal melihat pemilik warungnya yang kurang sopan tersebut.

Saya melirik kewarung sebelahnya masih ramai dan belum ada yang tutup. Entah kenapa warung yang kami singgahi ini ingin cepat-cepat tutup. Mungkin karena hanya kami berdua saja di warung itu. Saya cukup kecewa dengan mereka yang tidak ramah pada pelanggan. Menurut saya, mereka tidak paham etika bisnis. Ketika kita seorang pebisnis atau pedagang kita harus ramah terhadap pelanggan. Karena pelanggan adalah raja.

Jika mukanya hanya cemberut saja dan acuh tak acuh pada pelanggan yang datang. Maka jangan harap mereka akan datang untuk yang kedua kalinya. Meskipun barang yang kita tawarkan enak dan menarik, orang akan enggan membeli karena sikap kita yang dingin tersebut.

Walaupun dagangan kita biasa-biasa saja. Tapi karena sikap kita yang ramah pada pelanggan, maka mereka akan betah dan selalu datang. Karena mereka merasa nyaman dan dihargai. Menjadi seorang pedagang kita harus bersikap ramah terhadap pelanggan. Supaya warung kita tetap ramai, jika tidak. Maka bersiap-siaplah gulung tikar.

Dari pengalaman malam tersebut, setidaknya saya mendapat dua pelajaran hidup. Yang Pertama, jika anda seorang pedagang, dan ingin usaha anda tetap eksis dan bertahan. Maka bersikap ramahlah pada pelanggan anda, karena kenyamanan dan rasa dihargai bagi pelanggan itu hal yang utama.

Yang kedua. Jika anda seorang traveller atau sedang bepergian ke suatu tempat dan ketika mencari warung/rumah makan yang belum pernah anda kunjungi sebelumnya. Maka lihatlah yang paling ramai pengunjungnya. Karena tempat tersebut pasti pelayanannya lebih baik dan makanannya lebih enak.

Itulah pengalaman saya yang tidak mengenakkan. Mungkin ada pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman saya tersebut. Baik itu bagi seorang pedagang dan bagi yang sedang dalam perjalanan kesuatu tempat atau daerah yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya.

Padang, 29 November 2015

Photo1937

Mesjid Raya Manambin

Sebenarnya catatan ini saya tulis waktu bulan puasa kemarin. Tapi entah kenapa saya lupa mempublish nya waktu itu. Tanpa sengaja ketika mengutak-atik laptop saya menemukannya kembali. Tentunya kali ini tidak akan saya biarkan lagi. Tulisan ini akan saya publishkan, meskipun lebaran sudah lewat jauh. Semoga saja ada pembelajaran yang bisa kita dapatkan dalam tulisan ini.

                                                      ***
Lebaran merupakan hari yang ditunggu-tunggu. Setelah sebulan lamanya berpuasa menahan haus dan lapar. Pantaslah rasanya kita sebagai umat islam merayakannya, karena telah berhasil melalui bulan suci ramadhan ini. Menjelang lebaran, saudara-saudara kita yang diperantauan banyak yang pulang kampung untuk bersua dan melepas rindu dengan sanak famili, dan tentunya bermaaf-maafan. Hari lebaran benar benar terasa istimewa. Karena semua keluarga bisa berkumpul kembali walaupun hanya dalam beberapa tempo hari saja.

Bicara soal lebaran. Ada beberapa tradisi yang mulai hilang dari kampung, seperti yang terjadi di kampung kami. Bagi yang lahir di tahun 90-an pasti masih ikut merasakannya, tapi mungkin itu adalah generasi terakhir yang ikut merasakan momen tersebut.

Kampung itu terletak di kaki gunung dengan topografi yang berbukit-bukit yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang rimbun. Sehingga kalau siang hari udara disini terasa sejuk dan malam harinya lumayan dinginlah.

Kalau dilihat dari puncak tor pasada roha maka kampung ini akan terlihat seperti bentuk kuali yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan ditengah-tengahnya terlihat beberapa titik titik kecil berwarna putih kemilauan. Titik kecil yang bercahaya itu adalah atap rumah penduduk yang terkena bias cahaya dibawah teriknya mentari siang ini.

Tiga hari sebelum lebaran biasanya para pemuda di kampung kami punya cara tersendiri menyambut malam takbiran. yaitu menyambutnya dengan dentuman meriam bambu. Para pemuda di desa akan mengambil bambu beramai-ramai kedalam hutan untuk menebang bambu.

Tak hanya satu atau dua batang saja. Ada banyak, dan di setiap sudut desa dipasang sekitar lima meriam bambu. Sehingga ketika meriam tersebut dibunyikan dari setiap sudut kampung, bunyinya akan saling bersahutan layaknya perang dunia, bersamaan dengan berkumandangnya takbiran di mesjid pada malam lebaran.

Kegiatan ini biasanya dimulai dari selepas sholat isya hingga fajar tiba. Sampai pagi ketika orang-orang mulai bergegas ke mesjid untuk menunaikan shalat id.

Tapi budaya meriam bambu ini tidak bertahan lama. Ketika terjadi kelangkaan minyak tanah dan harganya yang melonjak tinggi. Tradisi inipun perlahan-lahan mulai redup. Terkendala karena mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk membeli minyak tanah. Sehingga perlahan-lahan tradisi inipun hilang tergilas roda zaman.

Lain lagi halnya dengan para orangtua. Menjelang lebaran mereka selalu membuat kue untuk hari lebaran nanti. Seperti membuat dodol, memasak lemang sehari menjelang lebaran tiba serta kue sampit.

Waktu kecil saya selalu ikut berperan ambil bagian dalam pembuatan kue lebaran ini meskipun aku seorang anak lelaki, ada rasa bahagia tersendiri yang muncul dihati, ketika melihat kue-kue tersebut sudah tercetak.

Tradisi ini juga mulai menghilang dari masyarakat. Karena banyaknya berdatangan kue-kue lebaran yang menyerbu pasar tradisional baik dalam bentuk kaleng ataupun bingkisan yang lebih praktis. Sehingga orang-orang mulai beralih dan malas membuat kue tradisional yang sudah diwariskan turun-temurun.

Dengan menjamurnya kue-kue lebaran tersebut dipasar. Maka kue tradisional inipun mulai tersingkir dan ditinggalkan oleh masyarakat. Selain karena proses pembuatannya yang rumit dan butuh waktu yang tidak sedikit. Masyarakat lebih memilih kue lebaran yang serba instan. Dengan merogoh beberapa lembar rupiah maka kue lebaran tersebut sudah ditangan.

Suatu hari nanti tradisi ini akan mati. Tak seorang pun yang akan mau dan bisa membuatnya lagi. Semuanya akan tinggal kenangan. Dan menjadi cerita pengantar tidur kepada anak cucu kita kelak. Bahwa dulu menjelang lebaran semuanya serba tradisional. Mulai dari meriam bambu, kue sampit, lemang dan dodol.

Kini, meriam bambu sudah diganti dengan mercun, dan kue tradisional sudah berubah menjadi kue kalengan. Lebaran sudah tidak menarik lagi seperti yang dulu.

Saat semua orang sibuk menyambut lebaran yang tinggal beberapa hari lagi. Para orang tua sibuk membuat kue, sedangkan pemudanya sibuk kehutan mencari meriam bambu. Akh, aku jadi merindukan masa kecilku dulu. Masa kecil tanpa gadget dan tanpa televisi. Semuanya serba natural dan alami.

Status pagi ini

1

Tak selamnya di media sosial itu selalu berisi status kebencian dan makian, beberapa diantaranya ada status-satus positif yang mencerahkan dan menyadarkan kita akan sesuatu hal. Pagi ini ketika bangun tidur seusai solat subuh saya membuka laptop dan menghidupkan hotspot dari ponsel, lalu menghubungkannya ke laptop. Kebetulan hari ini saya kuliahnya siang.

Ketika membuka laman facebook, saya melihat status seorang teman di beranda depan yang bertuliskan “lebih baik kehilangan masa muda, daripada kehilangan masa depan”. Saya tertegun membacanya sambil memikirkan makna kalimatnya yang dalam tersebut. Dalam hati, saya mengamini statusnya.

Melihat kondisi sekarang, banyak remaja yang dimabuk masa muda. Suka berfoya-foya. Suka keluyuran kesana sini dengan temannya, dan seringkali gara-gara yang demikian kuliahnya sering terabaikan. Mereka lupa tujuan utamanya datang jauh jauh dari kampung ke kota untuk menuntut ilmu. Karena tergoda rayuan teman, dan jika menolak dianggap nggak gaul dan kampungan, maka mereka menerima saja ucapan temannya yang menyesatkan itu.

Padahal dikampung orangtuanya sudah mati matian mencari uang, dan menghemat sebisa mungkin supaya kiriman uang bulanan pada anaknya tidak macet, sehingga anaknya tidak terlunta-lunta diperantauan. Tapi kita sebagai anak sering kali mengabaikan amanah orang tua kita tersebut.

Saya setuju dengan staus teman tersebut, lebih baik kita kehilangan masa muda daripada kehilangan masa depan. Biarlah dianggap tidak gaul, kolot, dan kampungan. Yang penting langkah kita tidak melenceng dari tujuan utama dalam meraih masa depan yang lebih baik. Menjadi insan yang berkualitas dan dapat bersaing dilingkungan kerja nantinya.

Saya teringat status teman di BBM beberapa hari yang lalu,”ketika kamu berhasil teman-temanmu akhirnya tahu siapa kamu, ketika kamu gagal. Kamu akhirnya tahu siapa sesungghunya teman-temanmu”. Jadilah orang yang berhasil, sehingga teman-teman yang menganggapmu dulu kuper mengetahui bahwa kamu memang memiliki alasan yang kuat untuk hal tersebut.

Ketika kita sukses, maka hal tersebut akan menjadi kebanggan tersendiri bagi orangtua, karena usahanya selama ini menyekolahkan kita tidak sia-sia. Marilah kita belajar menghargai kesempatan sebelum kesempatan itu berlalu. Karena kesempatan itu tidak akan pernah datang untuk yang kedua kalinya seperti kesempatan pertama.

Padang, 25 November 2015

Pelajaran hidup hari ini

Terlalu sering saya mengutuki kehidupan ini. Ingin memiliki ini, ingin punya itu, hingga akhirnya hidup saya banyak keluh kesahnya. Hidupku terasa hambar dan tak berwarna.

Hari-hariku terasa membosankan. Tapi hari ini kesadaran saya tersentak,
setelah melihat dua muda mudi yang buta, berjalan beriringan dengan tongkat ditangannya, sambil meraba-raba jalan di depan mereka.

mereka masih tetap semangat menjalani kehidupan ini dalam kondisi demikian. Saya yang dikarunia tuhan dua mata yang bisa melihat dunia dengan jelas.

Tak pantas rasanya saya berkeluh kesah, jika memang demikian, mereka lebih pantas mengeluh daripada saya. Tapi sepertinya mereka lebih sabar menjalani hidup ini. belum lagi komentar negatif orang lain yang mereka dengar.

Akh, ternyata begitu banyak nikmat yang tuhan karuniakan untukku. tapi karena terlalu sibuk memikirkan yang tak kumiliki, hingga akhirnya saya mengabaikan apa yang telah saya dapatkan.

Ternyata jika kita mau membuka mata dan hati sedikit saja untuk melihat lingkungan sekitar, ada banyak pelajaran hidup yang bertebaran dilingkungan sekitar kita yang sering luput dari perhatian, karena terlalu sibuk mengejar sesuatu yang belum tentu kita dapatkan.

Terimakasih untuk pelajaran hidup hari ini.

Padang, 23 November 2015