Siapa yang tidak mengenal jenis minuman yang satu ini. serbuk hitam dengan rasa pahit. Tapi hampir semua orang di dunia, terutama yang laki-laki menyukainya. Ketika kita pergi kedesa-desa disana kita akan menemukan lapau yang menyajikan kopi.
Ketika kita pergi ke café-café disudut kota, di sana kita akan menemukan kopi. Ada yang sudah diolah dan dicampur dengan bahan lain seperti susu, coklat, krim dan ada juga yang sudah dalam bentuk kemasan. Kopi sudah menjadi seperti sebuah kebutuhan. Tanpa kopi semuanya terasa hambar.
Seiring kemajuan teknologi. Pengolahan kopi pun semakin berkembang. Layaknya virus, kopi pun sudah menyebar hampir keseluruh dunia. Mulai dari pelosok desa yang paling dalam, sampai ke kota-kota besar di ujung dunia. Harganya bermacam-macam. Tergantung jenis campuran dan tempat dimana kita membelinya.
Kahlil gibran seorang sastrawan terkenal asal lebanon, penulis buku yang fenomenal seperti; sayap-sayap patah, taman sang nabi dan lainnya. Ketika menulis di dalam kamarnya, tak lupa ia menyeduh kopi dan menyalakan sebatang rokok. Sehingga kamarnya akan dipenuhi asap tembakau dan aroma kopi yamani. Katanya, ia merasa tenang dan mendapat inspirasi ketika ia menyeruput kopi.
Di dalam negri ada film filosopi kopi yang diangkat dari novel dewi lestari. Bercerita tentang seorang remaja pecinta kopi. Tapi sayang, saya belum menonton filmnya. Tapi membaca novelnya sudah.
Pagi yang dingin. Di akhir bulan november. Ketika saya sedang menyeduh secangkir kopi untuk menghangatkan badan dari dinginnya udara di musim penghujan ini. ketika sedang menyeruput kopi, saya merasakan adanya kenikmatan yang luar biasa di lidah. Ketika menyeruput kopi pagi ini, entah kenapa tiba-tiba saja saya teringat masa kecilku dulu sewaktu dikampung.
Dimana pada masa itu harga kopi melonjak naik dibandingkan komoditas pertanian yang lainnya, Orang-orang pun berbondong bondong menanam kopi. Sepanjang jalan di desa terhampar bijih kopi yang sedang dijemur. Sehingga kampung itu tercium aroma bau kopi. Kalau malam harinya ibu-ibu sibuk menumbuk kopi di teras rumah dan siangnya ke kebun memetik kopi yang sudah matang.
Waktu itu semua orang merasa bahagia, harga kopi yang tinggi dan buahnya yang menggumpal disetiap tangkai batangnya. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama. Musibah itupun datang. Harga kopi anjlok dipasaran. Semua orang panik dan kecewa.
Tapi apa daya. Mereka hanya bisa mengelus dada, karena bukan mereka yang menentukan harga. Perlahan tapi pasti kejayaan kopi itupun mulai redup. Satu persatu orang mulai meninggalkannya karena tidak sesuai lagi usaha yang dikeluarkan dengan hasil yang didapatkan. Kalau dalam ilmu ekonominya. Pengeluaran lebih besar daripada masukan.
Seiring dengan perjalanan waktu. Tanaman kopi pun mulai ditinggalkan orang. Orang mulai beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti karet yang waktu itu harganya mulai membaik. Dan tak butuh waktu lama. Masa keemasan kopi pun mulai redup di telan bumi. Beritanya seakan hilang menguap keudara.
Di warung kopi di kampung. orang-orang pun sudah tidak membicarakannya lagi. Orang mulai sibuk memikirkan komoditas apa lagi yang akan naik daun dan tentunya lebih menguntungkan.
Kini, setelah berselang beberapa tahun berlalu dan terdiam tanpa suara. Harga kopi dipasaran mulai membaik lagi seiring dengan jatuhnya harga karet dunia yang sempat berjaya beberapa tahun sesudah kejatuhan harga kopi dulu. Orang-orang pun kembali melirik kopi. Sudah mulai banyak orang yang menanam kopi di desa-desa.
Karena harga karet masa sekarang memang sudah terlampau menyakitkan. Terjun bebas dari dulu yang pernah mencapai kisaran harga dua puluh ribu rupiah per kg sekarang menjadi limaribu rupiah per kg. karena hal demikianlah orang pun mulai beralih lagi.
Terkadang dalam kehidupan ini lebih banyak rasa pahit yang kita rasakan bila dibandingkan rasa manisnya. Layaknya secangkir kopi hangat. Tapi dalam perpaduan pahit dan manis itulah kita menemukan arti hidup.
Saat terpuruk, akan mengajarkan kita arti sebuah kesabaran, dan saat berhasil, kita akan mengerti arti sebuah proses dan kerja keras. Yup. Secangkir kopi dan seduhannya pagi ini telah menghadirkan cerita bagi kehidupan kita.
Padang, 30 November 2015